Tato
Kategori: Tradisi, Religi, Sosial
Tato sering pula disebut betik atau parung. Tato bagi Masyarakat Dayak mempunyai makna yang penting, sebab bukan hanya sekedar dijadikan sebagai hiasan atau seni, tetapi juga mengandung kamna filosofis yang dalam. Apalagi tato sudah mejadi tradisi, simbol kebanggaan (prestise), dan menggambarkan kedudukan sosial serta memberikan penghargaan bagi setiap individu Masyarakat Dayak.
Tato juga diyakini mampu menjadi penerang atau obor perjalanan bagi seseorang ketika menuju pada keabadian setelah meninggal dunia nantinya. Hal ini disebabkan adanya semacam keyakinan bahwa tato dappat membuat para leluhur mengenali arwah dan membawanya ke surga. Jadi tak perlu heran jika rata-rata Masyarakat Dayak menato tubuhnya.
Oleh sebab itu, tato tidak bisa dibuat sesuka hati. Terdapat peraturan tertentu dalam pembuatan tato, baik itu pilihan gambar, struktur sosial seseorang maupun penempatan posisi tato pada bagian tubuh. Bagi Masyarakat Dayak Kenyah dan Kayan di Kalimantan Timur, banyaknya tato menggambarkan bahwa orang tersebut kuat mengembara. Setiap kampung memiliki motif tato yang berbeda, sehingga acapkali banyaknya tato seseorang menunjukkan pemiliknya sudah mengunjungi banyak kampung. Sedangkan tato di tangan menunjukkan kalau pemiliknya suka menolong, arif dan pandai dalam pengobatan.
Motif tato juga bisa menunjukkan perbedaan kelas sosial. Misalnya, untuk para bangsawan, motif yang digambarkan adalah Burung Enggang, yakni burung endemik Kalimantan yang dikeramatkan atau gambar naga. Kemudian tato dibuat dengan ornamen yang halus. Sedangkan motif Bunga Terung biasanya digunakan untuk golongan ksatria. Sementara tato dengan motif manusia, akar-akaran, dan anjing diperuntukkan bagi masyarakat biasa.
Pemberian tato juga dikaitkan dengan tradisi menganyau (memenggal kepala musuh dalam suatu peperangan). Tradisi ini sudah puluhan tahun tidak dilakukan lagi, namun dulunya semakin banyak menganyau, motif tatonya pun semakin khas dan istimewa. Tato untuk sang pemberani di medan perang ini biasanya ditempatkan di pundak bagian kanan. Namun pada sub masyarakat lainnya, ditempatkan di lengan kiri jika keberaniannya masih biasa dan di lengan kanan jika keberanian dan keperkasaannya di medan pertempuran sangat luar biasa.
Tato untuk laki-laki bisa digambarkan atau dibuat di bagian tubuh mana saja, sedangkan tato untuk perempuan, biasanya hanya pada bagian kaki dan tangan, yang dipercaya bisa mencegah pengaruh dari roh jahat dan selalu di lindungi oleh roh nenek moyang. Tato pada perempuan juga terkait dengan harga diri seseorang atau sering disebut tedak kayaan, sebab ada sebagian kecil Sub Suku Dayak yang beranggapan bahwa perempuan yang tidak bertato memiliki derajat yang lebih rendah daripada perempuan yang bertato. Tato pada perempuan lebih bermotif religius.
Pada Suku Dayak Kayan, pembuatan tato pada perempuan dimulai saat sang anak berusia 16 tahun, setelah mengalami haid pertama. Macam tato pada perempuan ada dua jenis, yaitu tedak kassa (tato yang dibuat meliputi seluruh kaki) dan tedak usuu (yakni tato yang dibuat pada seluruh tangan).
Motif tato pada perempuan lebih terbatas gambarnya. Misalnya gambar paku berwarna hitam untuk posisi sekitar ruas jari yang disebut song irang atau tunas bamboo. Atau terletak dengan posisi melintang di belakang kuku jari yang disebut ikor. Bisa juga tato yang digambarkan berupa wajah macam yang diletakkan di pergelangan tangan yang sering disebut silong lejau. Tato jarang ditemukan di lutut.
Ada pula tato yang dibuat di bagian paha, yang bagi perempuan menunjukkan status sosial yang sangat tinggi dan biasanya dilengkapi gelang di bawah betis. Motif tato di bagian paha biasanya juga menyerupai simbol berbentuk wajah harimau. Perbedaannya dengan tato di tangan, ada garis melintang pada betis yang dinamakan nang klinge. Sedangkan tato yang dibuat di atas lutut dan melingkar hingga ke betis menyerupai ular, sebenarnya anjing jadi-jadian atau disebut tuang buvong asu.
Cara Mentato
Tato pada Suku Dayak Kenyah disebut dengan betik. Ini Mengandung makna dimana seorang ahli tato merajah kulit secara berulang kali. Sebelum menggunakan jarum, jaman dahulu pembuatan tato secara tradisional adalah meggunakan duri buah jeruk yang panjang.
Pada perkembangannya, perajahan dilakukan dengan menggunakan suatu alat yang terbuat dari kayu dengan ujungnya menggunakan jarum rangkap tiga. Juga disediakan piring yang terbuat dari kayu yang digunakan untuk mencampur arang dan air dalam kuali, sebagai pewarnaan dalam merajah tato.
Masyarakat Dayak selalu menjalankan tradisi lewat ritual upacara adat. Begitu pula sebelum merajah kulit, akan diawali dengan upacara yang dipimpin oleh Pangit Nyipe, yakni orang yang berdiri paling depan dalam medan peperangan.
Untuk mendapat hasil yang baik dan memuaskan, maka sebelum dirajah, kulit manusia yang akan ditato diberi warna hitam dengan arang kuali. Baru kemudian dicap atau dimal. Proses pembuatan tato memerlukan waktu yang sangat lama, bahkan hingga berminggu-minggu, sehingga menyebabkan kulit membengkak dan darahnya menjadi berwarna kebiru-biruan. Kondisi ini juga menimbulkan asumsi, bahwa besar gambar dan tingkat kesulitan tato menunjukkan ketahanan fisik dan mental seseorang. Kondisi dimana saat pembuatan tato menyebabkan sakit pada kulit inilah yang bisa mengganggu saat mereka bertani atau berburu dan melakukan aktivitas keseharian mereka. Oleh karena itu, pembuatan tato dilakukan usai panen tiba.
Untuk pembuatan tato bagi perempuan, dilakukan dengan upacara adat. Perempuan yang akan menjalani ritual perajahan tato, dimasukkan di dalam rumah khusus. Selama pembuatan tato semua pria tidak boleh keluar rumah. Selain itu seluruh keluarga juga diwajibkan menjalani berbagai pantangan untuk menghindari bencana bagi wanita yang sedang ditato maupun keluarganya.
Penggunaan Tato dan Strata Sosial
Seperti disebutkan diatas, tato bisa menunjukkan strata sosial atau status sosial pemiliknya. Begitu juga dengan gambar dan kehalusan tato pada tubuh. Oleh karena itu, tato tersebut bisa dibedakan menjadi tiga, yakni sebagai berikut.
Tato untuk bangsawan (paren)
Untuk para bangsawan, tato dibuat dengan ornamen yang halus dan mempunyai lambang tertentu. Tato ini bersifat istimewa dan mahal harganya, dan tidak boleh digunakan oleh masyarakat kebanyakan. Tato untuk bangsawan biasanya bergambarkan Burung Enggang, yang melambangkan keperkasaan, penuh wibawa, keagungan, dan kejayaan. Sehingga motif ini hanya diperuntukkan bagi golongan tertentu saja. Burung Enggang diyakini Masyarakat Dayak sebagai rajanya segala burung. Adapun bagi Dayak Iban, kepala suku beserta keturunannya ditato dengan motif “dunia atas” atau sesuatu yang hidup di angkasa.
Tato untuk golongan menengah (payen)
Ornamen atau gambar tato bagi masyarakat golongan menengah cenderung dibuat agak besar-besar dengan biaya yang tidak mahal.
Tato untuk rakyat biasa
Tato untuk orang kebanyakan, dibuat hanya pada bagian tertentu saja. Biayanya pun sangat murah, karena biasanya dibuat sendiri.
Sumber:
- Dewan Adat Dayak Kalimantan Timur. (2011) Profil Dayak Kalimantan Timur: Profil Seni Budaya dan Adat Istiadat Dayak Kalimantan Timur. Samarinda: CV. Hagitadharma.