Senjata Tradisional

Kategori: Tradisi, Religi, Cinderamata


Daftar Isi:  Mandau  l  Sumpit  l  Tombak  l  Perisai  l  Dohong


Mandau

Mandau adalah senjata tradisional Masyarakat Dayak di Kalimantan Timur. Menurut cerita rakyat, sebutan lengkap senjata ini adalah mandau ambang birang bitang pojo ayun kayau. Pada zaman dahulu senjata mandau selalu dikaitkan dengan tradisi mengayau (memenggal kepala musuh, usai prajurit menang dalam peperangan). Tradisi ini akhirnya menjadi suatu kepercayaan Masyarakat Dayak bahwa mandau yang sering digunakan untuk mengayau adalah sangat keramat. Bahkan pemiliknya dianggap sakti dan masyarakat umum meninggikan status orang tersebut. Bentuk senjata ini mirip dengan parang. Perbedaannya hanya terletak pada ukiran yang dibuat pada bagian bilah yang tumpul. Selain itu, pada bilah ini dibuat pula lubang-lubang yang ditutupi dengan kuningan guna memperindah bilah tersebut.

Karena pentingnya peranan mandau oleh Masyarakat Dayak, maka mandau dilambangkan sebagai pionir atau perintis dalam perjuangan sehari-hari untuk menumpas, memotong, membersihkkan, meratakan, serta mencegah dari rintangan dan halangan yang dihadapi, baik bahaya yang datang dari dalam maupun dari luar. Sejarah mencatat bahwa mandau yang asli dibuat dari batu gunung yang dilebur secara khusus oleh orang yang ahli, dengan diberi hiasan emas, perak atau tembaga.

Pada dasarnya, jenis-jenis mandau pada semua Masyarakat Dayak memiliki bentuk yang sama. Tetapi ada sedikit perbedaannya jika dilihat dari sisi kelengkungan bilahnya, yaitu ada bilah yang agak condong ke belakang. Ciri-ciri tersebut membedakan jenis-jenis Mandau Ilang yang hampir lurus, Mandau Langgi Tinggang yang melengkung kebelakang, Mandau Naibur yang memakai semacam pengait, hampir mirip dengan kembang kacang pada keris di dekat pangkalnya. Selain itu, ada pula jenis Mandau Pakagan dan Mandau Bayou yang masing-masing memiliki variasi bentuk tersendiri.

Berdasarkan perbedaan jenis dan bentuk hiasan yang ada pada mandau, akan diketahui bahwa mandau dengan cirri-ciri tertentu adalah milik Masyarakat Dayak Maayan, Dayak Mbalan, Dayak Bahau, Dayak Ngaju, atu sub suku Dayak lainnya.

Mandau.jpgMandau sebagai Cinderamata/Souvenir

Karakteristik Mandau

Biasanya mandau terdiri dari ulu (pegangan), sarung dan bilah. Ulu terbuat dari kayu pilihan dan diberi hiasan, diantaranya berupa jumbai-jumbai rambut manusia yang diambil dari kepala orang yang sudah dikayau. Ini berfungsi sebagai penambahan keangkeran dan keampuhan mandau. Sementara itu, sarungnya juga terbuat dari kayu yang dihias dengan beragam hiasan, diantaranya berupa manik-manik dan bulu burung. Pada sarung ini diselipkan anak mandau berupa pisau, pengerat kecil yang bertangkai panjang. Sedangkan bilah mandau berukuran panjang sekitar 70 cm, ujungnya runcing dengan lebar yang berbeda dari bagian pangkalnya. Lebar di bagian ujungnya sekitar 6,5 cm, sementara di bagian pangkalnya kira-kira 3,5 cm. Sisi tajamnya terletak di bagian depan, sementara sisi majal (tumpul)-nya di bagian punggung. Pada bagian punggung ini terdapat ukiran bergerigi yang diperindah pula dengan logam selain besi, seperti tembaga atau kuningan. 

Mandau Dianggap Keramat

Karena mandau maerupakan salah satu senjata yang dikeramatkan oleh Masyarakat Dayak, maka dalam proses pembuatannya pun tidak bisa sembarangan. Sebagai senjata keramat, mandau ini selalu disimpan di tempat khusus sebagai penghormatan. Masyarakat Dayak meyakini bahwa mandau yang paling keramat adalah mandau yang dibuat Panglima Sempung dan Bungai, dan keturunannya.

Pada masa lalu, mandau selalu dikeramatkan. Dari bentuk hiasan dan ukirannya juga bisa dilihat nilai keramatnya. Seperti misalnya, hiasan rambut yang dikaitkan pada mandau diyakini bahwa roh orang yang dikayau akan tetap menyatu dengan mandau tersebut. Mandau juga bisa dijadikan semacam saksi, banyaknya manusia yang mati karena senjata mandau tersebut. Sedangkan dari bentuk ukiran, seperti ukiran dari timah, perak atau logam lainnya bisa menjadi pelindung dari pengaruh-pengaruh jahat yang dapat mencelakakan si pemilik mandau tersebut.

Mandau juga harus disimpan dan dirawat dengan baik di tempat khusus. Karena Masyarakat Dayak yakin jika mandau memiliki kekuatan spiritual yang mampu melindungi pemiliknya dari serangan atau niat jahat lawan-lawannya. Mandau juga diyakini dijaga oleh seorang perempuan, dan jika pemiliki mandau tersebut bermimpi bertemu dengan perempuan yang menghuni mandau, berarti sang pemilik akan mendapat anugrah.

Pembuatan Mandau

Sejarah penggunaan mandau oleh Masyarakat Dayak bermula dalam kurun waktu yang sangat lama. Dahulu, Masyarakat Dayak masih menggunakan batu pipih yang pertajam dengan cara mengasahnya pada batu yang tajam. Batu itu diikat dengna rotan. Karena perkembangan zaman, Masyarakat Dayak menemukan bijih besi di Pegunungan Muler. Maka, timbullah ide memanfaatkan biji besi ini oleh Kepala Suku untuk mengolah menjadi lempengan besi. Karena sulit mendapatkan bijih besi dalam jumlah besar, Kepala Suku memerintahkan semua rakyatnya untuk membuat gua di lereng Gunung Muler dan di daerah bukit Sungai Sunan. Karena di sanalah banyak terdapat bijih besi.

Caranya, dengan mencari lokasi di gua yang banyak meneteskan air yang berwarna kekuning-kuningan. Selanjutnya air ini dikumpulkan pada tanah yang diberi lubang sebesar kepala manusia dengan kedalaman 20 cm untuk menampung tetesan air itu. Penampungan tetesan air yang dilakukan bertahun-tahun ini kemudian mengendap dan menimbulkan gumpalan-gumpalan bijih besi yang kecil.

Selanjutnya Kepala Suku memerintahkan orang yang dipercaya untuk mengambil bijih besi tersebut untuk dibawa ke rumah Kepala Adat Besar atau Raja. Pembuatan mandau pun dilakukan oleh orang-orang terpilih, yakni pemuda dan tokoh masyarakat yang kuat untuk menempa bijih besi dalam suatu upacara membuat Bahing Kelu (Mandau Kelu).

Adapun cara membuat mandau juga tidak bisa sembarangan, melainkan harus ditempa siang dan malam secara bergantian selama satu minggu sampai bijih besi itu melebur. Mandau Kelu atau Mandau Batu inilah yang oleh Masyarakat Dayak diyakini memiliki nilai tinggi dan dijadikan sebagai senjata perang. Sedangkan mandau yang besinya dari bahan besi biasa digunakan untuk berladang dan memotong kayu.

Namun saat ini, dengan semakin hilangnya tradisi mengayau sejak awal abad ke 20 M, mandau tidak sekeramat dahulu. Mandau sudah menjadi senjata biasa yang tidak hanya difungsikan untuk mengayau, tetapi juga untuk berburu, menebang pohon, menebas dahan dan menggali umbi-umbian.

Sumpit

Sumpit sering pula disebut sipet, merupakan senjata tradisional Masyarakat Dayak. Keunggulannya adalah bisa digunakan sebagai senjata jarak jauh dengan tingkat akurasi atau ketepatan menembak mencapai 200 m dan tidak menimbulkan suara. Sumpit biasanya digunakan untuk berburu binatang dan bisa juga dijadikan mas kawin.

Dalam kepercayaan Masyarakat Dayak, sumpit tidak boleh digunakan untuk membunuh sesame sehingga tidak digunakan untuk senjata dalam peperangan. Sumpit juga pantang untuk di injak-injak dan dipotong dengan parang. Bagi Masyarakat Dayak, yang melanggar pantangan tersebut akan dituntut dalam rapat adat.

Sumpit terdiri dari dua bagian yaitu batang sumpit dan damek (anak sumpit). Batang sumpit yang berfungsi sebagai pelontar, terbuat dari kayu ulin yang dibentuk menjadi bulat panjang dengan ukuran diameter sekitar 2 – 3 cm dan panjang berkisar antara 1,5 – 2 m dan berlubang pada bagian tengahnya seperti pipa, serta mengecil pada bagian ujungnya. Pada bagian ujung sumpit dilengkapi dengan sangkoh (mata tombak) yang terbuat dari batu gunung dan alat pembidik seperti batok kecil berukuran 3 – 5 cm yang diikatkan pada bagian ujungnya. Sangkoh berfungsi sebagai senjata cadangan untuk membunuh binatang buruan yang belum mati setelah disumpit.

Sedangkan damek (anak sumpit) yang berfungsi sebagai peluru, terbuat dari pelepah enau/aren tua yang diraut hingga meruncing pada bagian ujungnya seperti jarum dengan panjang 25 – 30 cm. Pada bagian pangkal, anak sumpit dilengkapi dengan alat pendorong yang terbuat dari akar kayu gabus dan pada bagian ujungnya yang tajam, anak sumpit diolesi racun yang terbuat dari campuran berbagai getah pohon, ramuan tumbuhan, dan bisa binatang. Getah pohon yang digunakan seperti getah kayu ipuh, kayu ssiren, atau upas, dicampur dengan getah kayu uwi ara, atau getah toba dan selanjutnya dicampur lagi dengan bisa ular dan kalajengking. Melihat ramuannya tersebut pastinya sangat mematikan. Racun tersebut lah yang menjadi kelebihan sumpit sebagai senjata yang efektif.

Sumpit.jpgSumpit dan Damek (anak sumpit)

Keampuhan racun tersebut, hingga sekarang belum ada obat penawarnya. Kondisi ini menyebabkan sumpit dilarang untuk membunuh manusia, karena bukan hanya dapat mematikan, tapi juga menimbulkan sakit yang luar biasa. Namun, menurut sejumlah sumber, racun yang masuk ke tubuh binatang justru tidak berbahaya, ini mengingat binatang buruan itu, toh, masih bisa dimakan.

Untuk membuat sumpit harus dipilih kayu yang bagus dan kuat. Sejumlah kayu yang bisa dijadikan bahan dasar pembuat sumpit diantaranya adalah kayu tampang, kayu ulin atau tabalien, kayu plepek, berang bungkan, lanan, dan kayu resak. Bisa juga digunakan tamiang atau lamiang, yaitu sejenis bamboo berukuran kecil, beruas panjang, keras dan mengandung racun.

Untuk membuat sumpit, tidak semua Masyarakat Dayak bisa melakukannya, karena dibutuhkan ketelitian dan kecermatan. Hal ini mengingat pembuat sumpit harus memiliki keterampilan khusus dan juga menggunakan tenaga alam. Ini dengan menggunakan kekuatan arus air riam yang dibuat menjadi semacam kincir. Sedangkan diantara Masyarakat Dayak di Kalimantan Timur yang ahli dalam membuat sumpit adalah Suku Dayak Punan, Apo kayan dan Bahau.

Lonjo/Tombak

Lonjo atau tombak dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai dari bamboo atau kayu keras. Fungsi lonjo atau tombak biasanya digunakan untuk berperang atau berburu binatang.

Tombak.jpgMata Tombak

Telawang/Perisai

Perisai atau telawang (telabang) atau juga kelembit adalah alat pelindung tubuh dari serangan musuh yang digunakan ketika berperang. Perisai terbuat dari kayu yang kuat dan ringan yaitu kayu pelantan (pelai). Perisai berbentuk prisma dengan lebar 30 - 50 cm dan tinggi 1,5 - 2 m. Perisai terdiri dari dua bagian, yaitu bagian dalam yang menyerupai sisi bawah atap rumah dengan sebuah pegangan pada bagian tengahnya serta bagian luar yang menyerupai sisi atas atap rumah dengan dihiasi ukiran-ukiran khas daerah Kalimantan Timur.

Perisai.jpgPerisai dan Penggunaannya

Dohong

Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam pada kedua sisinya (sebelah - menyebelah). Pada bagian ujungnya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh digunakan oleh kepala-kepala suku.

Dohong.jpg
Variasi Bentuk Dohong

Sumber:

  • Dewan Adat Dayak Kalimantan Timur. (2011) Profil Dayak Kalimantan Timur: Profil Seni Budaya dan Adat Istiadat Dayak Kalimantan Timur. Samarinda: CV. Hagitadharma.
  • Taman Budaya Kalimantan Timur. (1976) Kumpulan Naskah Kesenian Tradisional Kaltim. Samarinda: Taman Budaya Kalimantan Timur.

Komentar

Leave a Reply



(Your email will not be publicly displayed.)



Posted by:

Share: