Yogyakarta dan Solo

SEJARAH

Yogyakarta dan Solo (Surakarta) adalah dua kota yang menjadi pusat kebudayaan Jawa. Pada awalnya, kedua keraton Yogyakarta dan Surakarta adalah satu keraton yakni keraton Mataram Islam yang didirikan oleh Panembahan Senapati yang berkedudukan di kota Gede, Yogyakarta.

Pada masa pemerintahan Sultan Amangkurat II, kerajaan Mataram dipindahkan ke Kartasura. Dalam Babat Sala (RM. Sajid, 1984), diceritakan bahwa pada tahun 1745 kembali terjadi perpindahan keraton dari Kartasura ke Surakarta. Hal ini disebabkan peristiwa pemberontakan Cina yang dikenal dengan 'Geger Pecinan'.

Adanya perpecahan di kalangan keraton dan intrik yang ditebarkan pemerintah Belanda, maka keraton dibagi menjadi 2 keraton dan 2 pura. Melalui perjanjian Giyanti pada tahun 1755 terjadi palihan nagari. Keraton Surakarta dibagi menjadi keraton Surakarta dan Yogyakarta serta Pura Mangkunegaran di Solo dan Pura Pakualaman di Yogyakarta.

KEBUDAYAAN

Berdasarkan sejarah perkembangan kota, maka tidaklah mengherankan bila dua daerah ini memiliki sisi budaya yang hampir sama. Di sekitar kota Solo dan Yogyakarta terdapat banyak peninggalan masa Hindu Budha. Hal ini menunjukkan bahwa sejak masa lampau, kedua daerah ini menjadi tempat pilihan dalam membangun komunitas masyarakat. Hasil-hasil kebudayaan kedua kota ini menunjukkan kehalusan budi dan keindahan karya seni budaya.

Keindahan dari masa Hindu Budha ditunjukkan dengan hasil kebudayaan berupa bangunan candi yang banyak tersebar di sekitar kota Solo dan Yogyakarta. Selain megah dan indah, candi-candi tersebut dibuat dengan tujuan religius. Banyak makna yang terkandung dalam bangunan candi-candi tersebut.

Pada masa pemerintahan keraton Surakarta dan Yogyakarta, Pura Mangkunegaran dan Pura Paku Alaman juga menghasilkan karya seni yang adi luhung. Hampir tiap keraton atau Pura menghasilkan karya seni tari seperti tarian Bedaya yang sakral. Seni Batik juga menunjukkan ciri khas yang berbeda. Seni pedalangan (wayang) maupun karya seni lainnya.

DESKRIPSI WILAYAH

KOTAMADYA SURAKARTA (SOLO)

Secara resmi, kota Solo lahir pada tahun 1745. Namun secara administratif pemerintahan, kota Surakarta terbentuk pada tanggal 16 Juni 1946. Kota Solo memiliki luas wilayah 44,04 km2. Batas Wilayah kota Solo adalah kabupaten Karanganyar dan Boyolali di sisi utara, kabupaten Sukoharjo dan Karanganyar di sisi timur. Di sisi selatan berbatasan dengan kabupaten Sukoharjo. Di sisi barat berbatasan dengan kabupaten Karanganyar dan kabupaten Sukoharjo.

Wilayah kotamadya Surakarta atau kota Solo meliputi 51 kelurahan yang tersebar kedalam 5 kecamatan. Kecamatan yang ada di kota Solo adalah, kecamatan Serengan, kecamatan Jebres, kecamatan Banjarsari, kecamatan Laweyan dan kecamatan Pasar Kliwon.

Slogan kota Solo adalah 'SOLO THE SPIRIT OF JAVA'. Berdasarkan slogan tersebut pemerintah kota Surakarta mengembangkan visi dan misinya. Diantaranya adalah Sala kota Budaya, Perdagangan, Pariwisata dan Olah Raga.

KOTA YOGYAKARTA

Setelah palihan Nagari pada tahun 1755, Pangeran Mangkubumi mendirikan keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang berkedudukan di Yogyakarta. Pangeran Mangkubumi bergelar Shri Sultan Hamengku Buwana I. Secara resmi, Yogyakarta berdiri pada tahun 1755.

Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, pada tanggal 5 September 1945 Shri Sultan HB IX menyampaikan amanat bahwa Kasultanan Yogyakarta dan Pura Pakualaman menjadi bagian NKRI. Pemerintahan daerah akan dipegang oleh Shri Sultan dan Paku Alam.

Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Propinsi DIY dan merupakan satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus Kota di samping 4 daerah tingkat II lainnya yang berstatus Kabupaten
      Kota Yogyakarta terletak ditengah-tengah Propinsi DIY, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut
      Sebelah utara : Kabupaten Sleman
      Sebelah timur : Kabupaten Bantul & Sleman
      Sebelah selatan : Kabupaten Bantul
      Sebelah barat : Kabupaten Bantul & Sleman
Wilayah Kota Yogyakarta terbentang antara 110o 24I 19II sampai 110o 28I 53II Bujur Timur dan 7o 15I 24II sampai 7o 49I 26II Lintang Selatan dengan ketinggian rata-rata 114 m diatas permukaan lau.

Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah tersempit dibandingkan dengan daerah tingkat II lainnya, yaitu 32,5 Km² yang berarti 1,025% dari luas wilayah Propinsi DIY
      Dengan luas 3.250 hektar tersebut terbagi menjadi 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 617 RW, dan 2.531 RT, serta dihuni oleh 489.000 jiwa (data per Desember 1999) dengan kepadatan rata-rata 15.000 jiwa/Km².

Posted by:

Share: